Minggu, 25 Mei 2014

Apakah orang yang banyak tertawa itu autis?


7 Kesalahan Persepsi Mengenai Orang Autis

orang autis 
Mungkin kita tidak asing dengan kalimat: “Dasar orang autis!” untuk mengungkapkan kekesalan pada orang yang selengean atau seenaknya sendiri. Meskipun presisi teks-konteksnya kurang tepat, namun sedikit relevan karena orang autis cenderung menunjukkan perilaku aneh, individual, obsesif, dan antisosial. Autisme merupakan suatu kondisi yang dialami seseorang sejak lahir atau pada masa balita (biasanya 3 tahun) yang membuatnya tidak mampu membangun hubungan sosial atau komunikasi yang normal layaknya anak seusia mereka.

Akibat kondisi yang dideritanya itu, orang autis menjadi terisolasi dari orang lain dan hanya menikmati dunianya sendiri yang repetitif serta melakukan aktivitas yang obsesif. Menurut Power (1989) orang autis mengalami setidaknya 6 jenis gangguan dalam hidupnya. Adapun keenam jenis gangguan tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut.

gangguan dalam bidang interaksi sosial,
gangguan komunikasi (bahasa dan bicara),
gangguan perilaku dan emosiemosi,
gangguan dalam pola bermain,
gangguan saraf, baik itu sensorik maupun motoriknya,
gangguan perkembangan (terlambat atau tidak normal).
Gejala gangguan-gangguan tersebut biasanya dialami orang autis sejak lahir hingga menuju usia 3 tahun. Sampai saat ini, penyebab kelainan yang dialami orang autis belum bisa dijelaskan secara ilmiah. Banyak penjelasan yang mengarah pada penyebabnya.

Para orangtua yang memiliki anak dengan autis menganggap bahwa penyebab anak mereka mengalami autis adalah adanya kesalahan pemberian obat atau vaksin saat masih bayi. Namun, ada juga yang menganggap bahwa orang autis disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menyerap vitamin atau nutrisi tertentu, karena diet orangtua selama mengandung, hingga karena keracunan merkuri.

Namun melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan, anggapan yang disebutkan tadi langsung mendapatkan bantahan karena tidak ada bukti yang kuat untuk membuktikan semuanya. Mereka menyebutkan bahwa penyebab seseorang menjadi orang autis adalah karena adanya kelainan pada kromosom dan gangguan sistem saraf orang autis tersebut. Bahkan, keturunan sekalipun bisa menjadi penyebab seseorang menjadi orang autis.

Lantas, bagaimana cara orangtua untuk mengobati orang autis dalam keluarganya? Memang, hingga saat ini, belum ada satupun obat yang mampu mengobati penyakit autisme. Namun, orangtua harus benar-benar memahami kondisi orang autis sehingga tidak terjadi kesalahan dalam proses penanganannya.

Sejauh ini, ada banyak kesalahan persepsi tentang orang autis yang diterima orangtua sehingga menyebabkan penanganan yang salah pada seorang penderita. Beberapa kesalahan persepsi terhadap orang autis tersebut, di antaranya sebagai berikut.

Kesalahan Persepsi Pertama Terhadap Orang Autis - Orang Autis Sulit Belaja

Melihat gerak gerik serta aktivitasnya yang lebih banyak asyik dengan dunainya sendiri, tentu kita sering menyangka bahwa orang autis memiliki kesulitan dalam belajar. Padahal tidak sepenuhnya demikian, tergantung pada kadar gangguan pemicu autisme. Faktanya, beberapa orang autis memiliki tingkat kecerdasan tinggi pada suatu bidang tertentu yang dia minati, dan mampu menyelesaikan soal rumit yang tidak bisa diselesaikan orang lain.

Contoh nyata kemampuan orang autis dalam belajar bisa dilihat dari kasus Jacob Barnett. Ia adalah orang autis yang berumur 12 tahun yang tinggal di Amerika. Dalam keterbatasannya (seperti anggaan banyak orang) sebagai seorang autis, justru ia mampu memecahkan teori "Big Bang". Kita tahu bahwa teori tersebut merupakan konsep rumusan dalam ilmu matematika yang rumitnya melebihi apapun.

Banyak pihak yang merasa tidak percaya terhadap capaian orang autis ini. Namun, setelah dilakukan serangkaian tes terhadap orang autis ini, terdapat hasil yang sangat mencengangkan, yakni orang autis tersebut memiliki IQ melebihi Albert Einstein (170).

Kesalahan Persepsi Kedua Terhadap Orang Autis - Orang Autis Tidak Bisa Komunikasi Nonverbal

Kita tahu, orang autis begitu sulit berkomunikasi, termasuk komunikasi nonverbal sekalipun. Namun, tidak semua orang autis mengalami hal tersebut. Pada beberapa orang autis memang sensitif dengan stimuli indrawi, terutama mata dan telinga. Namun, fakta menunjukkan bahwa ada beberapa orang autis yang mampu melakukan kontak mata meskipun dalam waktu yang pendek.

Bahkan, mampu merespons komunikasi nonverbal seperti tersenyum atau tertawa. Banyak orang autis yang mampu mengembangkan keterampilan berbahasa menggunakan isyarat, gambar, dan perangkat elektronik.

Kesalahan Persepsi KetigaTerhadap Orang Autis - Orang Autis Tidak Bisa Memberi dan Menerima Kasih Sayang

Sebenarnya, orang autis bukan tidak bisa memberi dan menerima kasih sayang. Mereka sebenarnya akan smerasa senang dengan perlakuan orang di sekitarnya yang selalu membahagiakannya. Hanya saja, stimulasi sensoris pada orang autis diproses secara berbeda dengan anak normal menyebabkan mereka kesulitan menunjukkan afeksi dengan cara umum. Di samping itu, orang autis juga tidak bisa memberi respons secara spontan sehingga mereka terlihat tidak peduli.

Kesalahan Persepsi Keempat Terhadap Orang Autis - Orang Autis Menyukai Kesendirian dan Mengisolasi Diri

Orang autis memang cenderung menyendiri dan tidak peduli dengan orang lain. Tapi, bukan berarti mereka tidak ingin membangun komunikasi. Pada dasarnya, mereka pun ingin membangun interaksi dengan orang lain, tapi mereka mengalami gangguan dalam mengembangkan kemampuan komunikasi sosialnya. Mereka memiliki kesulitan yang luar biasa untuk mengomunikasikan apapun yang mereka inginkan.

Kesalahan Persepsi Kelima Terhadap Orang Autis - Orang Autis Tidak Mampu Mengembangkan Keterampilan Sosial

Banyak orangtua orang autis yang tidak menyekolahkan mereka. Para orangtua menganggap orang autis tidak akan memiliki kemampuan untuk menerima apapun yang diajarkan di sekolahan. Kesalahan persepsi ini sering membuat orangtua enggan mengupayakan pembelajaran keterampilan sosial pada anak.

Padahal, orang autis sebenarnya mampu mengembangkan keterampilan tersebut, hanya saja itu tidak bisa berlangsung secara alami sebagaimana orang normal. Karena itu, orang autis membutuhkan bentuan orang lain dalam pembelajaran tersebut. Untuk itu, orangtua harus benar-benar menempatkan orang autis di lingkungan belajar yang tepat.

Kesalahan Persepsi Keenam Terhadap Orang Autis - Autisme Hanya Dialami di Usia Anak-anak, Saat Dewasa Akan Hilang dengan Sendirinya

Faktanya, autisme adalah sebuah kelainan pada psikologi yang tidak dapat disembuhkan, tapi bisa diminimalisir dampak-dampaknya. Pemberian terapi yang tepat dan teratur akan membantu penderita autis mengembangkan kemampuan dan keterampilan sebagaimana orang normal.

Dalam beberapa kasus kondisi autisme ringan, seseorang bisa hidup mandiri dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Sedangkan pada gangguan yang lebib berat, orang autis membutuhkan bantuan orang lain secara terus-menerus.

Kesalahan Persepsi Ketujuh Terhadap Orang Autis - Mayoritas Tokoh Ilmu Pengetahuan Adalah Orang Autis

Orang autis memang memiliki kecenderungan perhatian yang besar terhadap suatu objek, misalnya: benda, mainan, orang, atau suatu bidang ilmu. Ketertarikan tersebut bersifat obsesif dan possesif. Bisa jadi seorang autis memiliki obsesi tinggi terhadap suatu bidang ilmu pengetahuan sehingga mereka mampu mencapai tingkat pemahaman jauh di atas manusia normal.

Namun, bukan berarti setiap tokoh ilmu pengetahuan tersebut adalah orang autis, sebab orang normal pun bisa mencapainya apabila diiringi dengan keseriusan, fokus, dan usaha belajar yang tidak pernah surut.

Nah, itulah beberapa persepsi salah yang sering dialamatkan kepada orang autis. Sebenarnya, mereka ingin menjalani hidup sebagaimana orang lain. hanya saja mereka memiliki keterbatasan. Untuk itu, jangan sekalipun mengucilkan orang autis yang terdapat dilingkungan Anda.

Source : www.anneahira.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar